This is an input broadcasted May 20, 2002 
on Wahana list <wahana@mail.centrin.net.id>.
Forwarded a.o. to 
PDI-Mega list <pdimega@yahoogroups.com>
___________________________________________

Date: Mon, 20 May 2002 02:43:11 +0700
From: Waruno Mahdi <mahdi@FHI-Berlin.mpg.de> (by way of WAHANA <wahana@centrin.net.id>)
Subject: Dirgahayu Timor Lorosa'e Independente!

Teman-teman,

Selain akan turut dengan teman-teman yang sudah mengucapkan selamat kepada rakyat dan bangsa Timor Timur yang kini merayakan kemerdekaannya setelah seperempat abad melalui jalan penuh sengsara, saya ingin juga menyampaikan selamat kepada sesama teman kelahiran Indonesia.

Mungkin ada satu hal yang kurang mendapat perhatian, tapi saya tidak akan lupa rasa tusukan dalam hati yang saya alami sejak Desember 1975, ketika satuan-satuan ABRI melakukan pendaratan dari laut dan udara serta penyerangan liwat darat, untuk secara kekerasan menduduki Timor Timur yang rakyatnya kemudian tetap dan tak henti-henti melakukan perlawanan terhadap penjajahan Indonesia.

Karena saya tetap ingat, sejak seumur 5 tahun (1948), pernah dipangku bapak, diperlihatkan peta Indonesia, serta dijelaskan, alangkah besar dan indahnya negeri ini, yang banyak temannya di seluruh dunia, karena kita sedang berjuang untuk kemerdekaan. Tak terlukiskan juga kebanggaan saya ketika Indonesia menjadi tuanrumah Konperensi Asia Afrika di Bandung. Segala sesuatu itu bagaikan terinjak-injak oleh sepatu lars yang menjajah Timor Timur.

Yang paling berat bagi saya sejak Desember 1975 itu bukan bahwa pemerintah Orde Baru telah melanggar prinsip-prinsip Bandung, melainkan bahwa dengan pendudukan Timor Timur itu, Orde Baru telah membuat Indonesia mendjadi negeri penjajah.

Dengan kemerdekaan Timor Timur sekarang, noda ini terhapuslah dari muka bangsa Indonesia yang kini bisa berdamai kembali dengan kalimat pertama mukadimah undang-undang dasarnya. Maka sayapun ingin mengucapkan selamat kepada segenap teman sesama kelahiran Indonesia berkenaan dengan perkembangan yang menggembirakan ini. Moga-moga Presiden Megawati di Dili nanti tidak lupa menyampaikan permohonan maaf atas segala kesengsaraan yang dialami rakyat Timor Timur selama 24 tahun dijajah Indonesia.

Salam, Waruno


Response to comment on PDI-Mega list <pdimega@yahoogroups.com>
_____________________________________________________________

Date: Mon, 20 May 2002 18:47:12 +0200
From: Waruno Mahdi <mahdi@FHI-Berlin.mpg.de>
Subject: Re: [pdimega] Dirgahayu Timur lorosa'e Independente!

> Timor Timur. Dan pada prinsipnya saya setuju dan memahami apa
> yang diungkapkan oleh bung Waruno Mahdi dalam emailnya (yang
.......
> linglung, nih, atas nama siapa ya Mbak Mega meminta maaf?
> Yang menjajah Timor Timur itu 'kan rezim laknat Orba yang
> dibenggoli Jenderal Soeharto cs. Keluarga Bung  Karno, dan
........
.....
kalau soal meminta maaf untuk siapa, ya, sebagai presiden RI, tentu atas nama negara RI dan juga bangsa Indonesia dong. Soalnya, sungguhpun saya misalnya sejak paling mula (1975) secara terbuka menentang pendudukan TimTim itu, tapi pendudukan itu dilakukan oleh negara RI atas nama segenap orang Indonesia. Jadi, walaupun saya tidak "tersangkut", tapi tetap terkait.

Dalam hal ini ada pelajaran baik dari Willy Brandt. Ketika beliau selaku Kanselir Republik Federasi Jerman pertama kali berkunjung di Warsawa, beliau memerlukan diri untuk menaruh rangkaian bunga pada tugu korban perang dunia II, dan berlutut di muka tugu itu untuk minta maaf atas nama segenap bangsa Jerman. Padahal sebagaimana kita tahu semua, selama nazi berkuasa di Jerman beliau mengungsi di luarnegeri dan secara pribadi tidak tersangkut dalam segala kejahatan nazi masa itu, hanya saja secara tidak langsung, karena kejahatan itu dilakukan "atas nama" bangsa Jerman. Sampai sekarang pun, generasi yang lahir setelah perang dunia masih tetap memegang pada tanggung jawab Jerman masa perang dunia itu.

Saya pikir, itu satu sikap yang pantas bagi kita juga, supaya orang lebih merasa perlu untuk melawan terhadap setiap kelaliman aparat yang bertindak "atas nama" bangsa itu.

Salam, Waruno


Response to comment on Nasional list <national@mail2.factsoft.de>
________________________________________________________________

Date: Wed, 22 May 2002 13:46:52
From: Waruno Mahdi <mahdi@FHI-Berlin.mpg.de>
Subject: Re: [H.Ubes@Nasional] RE: [pdimega] Dirgahayu ......... 

........
> walau tidak menghapuskan kenyerian dari ratusan ribu jiwa yang
> melayang percuma karena petualangan Orba dulu.
........
Terimakasih untuk komentar Hartoni Ubes. Saya juga sependapat.

Yang terpenting bagi saya pada saat ini adalah keterangan, bahwa asas-asas etik bukan sekadar idealisme untuk menghibur hati nurani orang awam, melainkan merupakan saripati simpulan pengalaman turun-temurun yang mengandung suatu hikmat yang cukup pragmatis sehingga malah sangat patut diperhatikan oleh klas politik.

Sebesar-besarnya kegembiraan rakyat TimTim dengan kemerdekaan negerinya yang merupakan hasil jerih payah dan perjuangan penuh korban yang sungguh mengagumkan itu, rakyat Indonesia pun harus gembira dan bersyukur atas kejadian itu: Bukan sekadar dari satu pandangan idealis.

Kalau kita perhatikan kebengisan yang diperlakukan terhadap rakyat di Aceh, di Irian Barat, dan di berbagai propinsi lain, sampaipun pembunuhan mahasiswa Trisakti, penculikan aktivis reformasi, pemerkosaan perempuan keturunan Tionghoa di Jakarta, maka perlu memaklumi satu hal: orang yang baru masuk dalam barisan atau satuan tertentu aparat itu bukan anak petualang yang dibesarkan dalam sarang penyamun, melainkan anak muda yang besar dalam keluarga tradisional Indonesia baik-baik, yang kenal akan santun dan budibahasa tradisional. Untuk membuatnya menjadi monster yang fasih membunuh dan merampok, menyiksa dan memperkosa, perlu lebih dulu melalui proses "latihan" yang sangat intensif.

Maka, agar rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dapat "menikmati" kefasihan aparat itu, perlu terlebih dahulu rakyat wilayah jajahan mengalami segala sesuatu itu sebagai "kelinci percobaan" sasaran aparat melatihkan anakbuahnya.

Tidak kebetulan, pengalaman pernah "dinas" di TimTim itu merupakan dasar penting bagi kenaikan pangkat, karena memang menunjukkan pernah melalui proses latihan "kefasihan" bertindak terhadap penduduk bagi pangkat-pangkat bawahan, dan kekebalan moril pangkat atasan untuk memerintahkan berbagai kejahatan itu.

Dengan merdekanya TimTim, insyaallah penduduknya kini tidak lagi terancam langsung oleh panganiayaan yang pernah begitu lama dideritanya. Tapi rakyat Indonesia masih harus terus menanggung aparat itu. Maka disinilah pentingnya Presiden RI minta maaf kepada rakyat Timtim: selain sedikit melipur kenyerian yang tepat sekali disebut oleh Hartoni Ubes tadi, juga menghapuskan mitos "kepahlawanan" yang dihubungkan pada kegiatan aparat di TimTim sejak 1975 itu, agar di kalangan aparat itu sendiri timbul kesadaran, bahwa membunuh dan merampok, menyiksa dan memperkosa, sampaipun sekadar memeras milik rakyat biasa itu samasekali tidak "hebat", tidak "lihai", melainkan amat hina dan memalukan.

Dengan demikian, moga-moga, berangsur-angsur, tidak saja 800 ribu rakyat Timor Lorosae, tapi juga 200 juta rakyat Indonesia pun, apakah orang Aceh atau Irian, atau pun tukang becak di Jakarta, turut bermanfaat menikmati bebas dari nasib setiap saat bisa jadi sasaran kelaliman aparat.

Tentu saja, segala sesuatu itu tidak terbatas pada penderitaan rakyat yang mengalami kelaliman aparat. Juga ketertiban ekonomi dan pemerintahan itu sangat terganggu oleh kesadaran aparat yang tidak memadai untuk kenegaraan modern yang menjadi syarat bagi Indonesia untuk menanggulangi krisis ekonomi. Khususnya, kedudukan TNI sebagai sokoguru negara periode Orde Baru itu merupakan gangguan terbesar terhadap kenegaraan modern yang berdasar pada prinsip "politik adalah panglima", artinya, "politik memerintahkan senapan, dan bukan senapan memerintahkan politik". Minta maaf kepada TimTim itu kedengarannya mungkin cuma beberapa patah kata, satu frase yang singkat. Tapi konsekuensinya, manfaatnya, saya pikir, akan besar sekali, bahkan lebih besar bagi rakyat Indonesia dan negara RI, ketimbang bagi rakyat dan negara Timor Lorosae.

Salam, Waruno


Back to Index